
Pengantar: Isu Penting dalam Penyelenggaraan Job Fair
PSI Program Job Fair merupakan salah satu strategi pemerintah daerah dalam mengurangi angka pengangguran dan mempertemukan pencari kerja dengan dunia industri. Namun, tidak semua pelaksanaan program ini berjalan optimal. Salah satu yang menjadi sorotan adalah penyelenggaraan Job Fair oleh pasangan Pramono-Rano yang dinilai kurang efektif. Kritik ini datang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang menilai program tersebut perlu dievaluasi serius karena tidak menunjukkan hasil signifikan.

PSI Soroti Minimnya Dampak Program
Kritik Terhadap Perencanaan dan Eksekusi
Partai Solidaritas Indonesia secara terbuka menyampaikan kekecewaannya terhadap pelaksanaan program Job Fair yang digagas oleh Pramono-Rano. Menurut juru bicara, program tersebut dinilai terlalu seremonial dan minim dampak nyata. PSI menilai bahwa sejak awal perencanaan, program ini kurang mempertimbangkan kebutuhan riil di lapangan.
“Banyak peserta datang hanya mendapatkan brosur, bukan pekerjaan. Ini membuktikan bahwa program ini lebih pada citra politik ketimbang solusi konkret,” ujar perwakilan PSI dalam konferensi persnya.
Kurangnya Keterlibatan Dunia Usaha
PSI juga menyoroti kurangnya keterlibatan sektor swasta dalam Job Fair tersebut. Beberapa perusahaan besar bahkan tidak hadir, dan sebagian booth yang tersedia hanya menyediakan informasi umum, bukan lowongan aktif.
“Seharusnya kegiatan seperti ini menjadi ajang rekruitmen langsung, bukan sekadar ajang promosi perusahaan,” tambah PSI.
Harapan Awal yang Tak Terwujud
Janji Kampanye yang Belum Direalisasikan
Saat kampanye, pasangan Pramono-Rano sempat menjanjikan penurunan angka pengangguran melalui berbagai program unggulan, salah satunya Job Fair berkala yang terintegrasi dengan pelatihan kerja dan penempatan tenaga kerja. Namun kenyataannya, PSI menilai pelaksanaan yang dilakukan tidak sesuai ekspektasi masyarakat.
“Masyarakat butuh pekerjaan, bukan sekadar acara besar yang hasilnya nihil. Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh,” tegas PSI.

Ketimpangan Data dan Realita
Selain itu, PSI juga mengungkapkan adanya perbedaan data antara jumlah pencari kerja yang hadir dan yang akhirnya diterima kerja. Dari ribuan pelamar yang datang, hanya segelintir yang mendapatkan tawaran kerja yang konkret. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar terhadap efektivitas dan transparansi dari program tersebut.
Evaluasi dan Saran dari PSI
Diperlukan Pemutakhiran Sistem Job Matching
Salah satu saran dari PSI adalah perlunya penggunaan teknologi digital yang lebih modern dalam menyelenggarakan Job Fair. Platform daring atau sistem job matching berbasis kompetensi bisa menjadi solusi. Menurut PSI, penyelenggara masih terlalu konvensional dalam menjaring lowongan dan pencari kerja.
“Zaman sudah berubah. Job Fair tidak harus fisik. Banyak negara telah beralih ke platform daring yang lebih efektif dan efisien,” kata juru bicara PSI.
Pelibatan Stakeholder Secara Maksimal
PSI juga mendorong agar penyelenggara Job Fair melibatkan lebih banyak stakeholder, seperti asosiasi pengusaha, lembaga pendidikan vokasi, dan komunitas startup. Kolaborasi ini diyakini akan memperluas cakupan lowongan kerja yang tersedia dan menyesuaikan kebutuhan industri dengan keahlian pencari kerja.
“Kuncinya adalah sinergi. Jangan hanya mengandalkan pemerintah daerah. Dunia usaha dan pendidikan harus duduk bersama,” tegas PSI.

Perlu Pendampingan Pencari Kerja
Tak kalah penting, PSI menyoroti pentingnya pendampingan kepada pencari kerja, terutama mereka yang baru lulus atau terkena PHK. Pelatihan soft skills, teknik wawancara, hingga penyusunan CV perlu disertakan dalam rangkaian program Job Fair.
“Banyak pencari kerja tidak siap secara mental dan teknis. Ini juga tanggung jawab pemerintah daerah untuk memfasilitasi pelatihan sebelum Job Fair digelar,” ujar PSI.
Tanggapan Pemerintah Daerah
Klarifikasi dari Pihak Pramono-Rano
Menanggapi kritik dari PSI, tim Pramono-Rano menyatakan bahwa program Job Fair yang digelar adalah bagian dari upaya awal yang akan terus dikembangkan. Mereka menyebutkan bahwa dalam waktu dekat akan dilakukan evaluasi menyeluruh dan peningkatan kualitas penyelenggaraan.
“Kami tidak menutup mata terhadap kritik. Justru ini menjadi masukan penting untuk perbaikan ke depan,” ujar juru bicara tim Pramono-Rano.
Rencana Perbaikan Program
Pihak pemerintah daerah berencana menggandeng lebih banyak perusahaan dan memperbaiki sistem pendaftaran serta seleksi online. Mereka juga akan melakukan integrasi dengan data dari Dinas Tenaga Kerja agar lebih tepat sasaran.
“Kami akui masih ada kekurangan, namun komitmen kami tetap kuat untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya,” tambahnya.
Pandangan Pengamat Kebijakan Publik
Job Fair Bukan Sekadar Event, Tapi Proses
Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Job Fair seharusnya dipahami bukan sebagai satu kegiatan seremonial, melainkan bagian dari proses panjang penempatan tenaga kerja.
“Kalau hanya sekali setahun dan tidak ditindaklanjuti, tentu hasilnya tidak signifikan. Harus ada sistem berkelanjutan,” jelasnya.
Kolaborasi Digital Jadi Kunci
Ia juga menyoroti pentingnya digitalisasi dalam proses perekrutan kerja. Di era saat ini, pemerintah daerah dituntut untuk mampu membangun ekosistem digital yang dapat mempertemukan pencari kerja dengan perusahaan secara real-time.
“Pemda harus belajar dari platform nasional seperti Karirhub dan Jobstreet. Tidak perlu membuat semuanya dari nol, cukup kolaborasi dan adaptasi,” tambahnya.
Penutup: Perlu Langkah Nyata, Bukan Janji Belaka
Kritik PSI terhadap pelaksanaan program Job Fair oleh pasangan Pramono-Rano bukan semata-mata kritik politis, tetapi cerminan dari harapan publik yang belum terpenuhi. Dengan meningkatnya jumlah pencari kerja, terutama pasca pandemi, program seperti Job Fair harus benar-benar menjadi solusi, bukan hanya pencitraan politik.
Jika pemerintah daerah serius ingin menurunkan angka pengangguran, maka pelaksanaan program harus diperbaiki secara menyeluruh. Evaluasi, inovasi digital, pelibatan stakeholder, dan pendampingan pencari kerja adalah elemen-elemen krusial yang harus diakomodasi.
Masyarakat menunggu bukti, bukan lagi janji. Karena bagi mereka yang sedang mencari pekerjaan, setiap harapan adalah peluang hidup yang nyata. Kritik PSI sebaiknya menjadi dorongan, bukan ditanggapi sebagai serangan. Sebab, di balik semua program, tujuan utamanya tetap satu: kesejahteraan rakyat.